Andi sukses jadi juragan lewat saung ayam

Muda dan berambisi. Itulah dua kata yang pas menggambarkan sosok Andi Ricky Rosali. Meski baru berumur 22 tahun, Andi sukses menggeluti bisnis distributor ayam broiler di Jakarta. Mahasiswa tingkat akhir Jurusan Manajemen Universitas Bakrie ini mengaku, jiwa wirausahanya sudah muncul sedari ia kecil.

Beranjak dewasa, dia mulai terjun ke dunia bisnis secara kecil-kecilan. Saat duduk di bangku SMA, Andi menjual sepatu dan kaus bola pada teman-temannya sesama penggemar bola. Ketika menjadi mahasiswa di Jakarta, pria kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan, ini bertekad hidup di Ibukota tanpa membebani orangtua.

Mahasiswa angkatan 2009 ini menjalani berbagai macam jenis usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. "Saya pernah menjual jersey sepakbola saat turnamen AFF, jual roti, sepatu dan jam tangan, serta jadi guru privat untuk anak ekspatriat di Kemayoran," kenang Andi yang lahir pada 16 Januari 1992 ini. Dari semua usaha ini, dia bukan hanya berburu uang. Dia ingin membangun jaringan dengan banyak orang.

Berkat memiliki jaringan, Andi bisa bekerja di perusahaan kontraktor di Jakarta. "Mungkin karena orangnya sudah kenal dengan saya, jadi walau baru semester tiga, saya bisa magang dan memegang urusan finansial di kantor itu," ujar dia.

Tapi, Andi yang ulet ini tak betah jadi karyawan. Ia berhenti setelah magang setahun dan mulai berpikir terjun ke bisnis yang lebih besar. Lagipula dari penghasilan selama magang, Andi merasa sudah punya cukup modal usaha.

Awal 2011, ia berdiskusi dengan kawannya, Eko Prasetyo. Kedua karib itu sepakat merintis bisnis komoditas. Ada sejumlah pilihan, seperti ikan lele, ayam petelor, dan ayam broiler. Andi dan Eko memilih ayam broiler dengan alasan pasarnya yang luas. Selain itu, modal yang dibutuhkan pun tidak terlalu besar.

Keduanya mulai riset mengenai cara beternak ayam broiler. Bahkan, mereka menyambangi Parung, Bogor, di sela-sela kuliah untuk bertemu langsung dengan para peternak ayam di sana. "Saya juga baca buku dan browsing di internet supaya bisa memahami cara beternak ayam," ucapnya.

Sayang, rencana ini terganjal oleh lahan yang tidak tersedia. Padahal ia sudah menyiapkan modal Rp 34 juta yang akan digunakan untuk membeli bibit ayam. Andi pun menyatakan kekhawatirannya mengenai lahan pada status Facebook. Tak lama, ia mendapat respons dari pemilik lahan di Cibentang, Jawa Barat. "Ada seseorang bernama Elang Hanan yang punya lahan dua hektare dan bersedia bekerjasama dengan kami," ujar Andi.

Dimulailah usaha peternakan ayam broiler dengan sistem bagi hasil pada Juli 2011. Andi menyiapkan kandang dan membeli 10.000 bibit ayam broiler. Lantas, beberapa bulan kemudian, Andi mendapat pembeli pertamanya dari kawasan Pulo Gadung, Jakarta.

Malang tak dapat ditolak, pada penjualan pertama ini, Andi tertipu. Saat itu, dia menyerahkan proses penjualan pada Elang karena harus menjalani ujian akhir semester. Setelah ayam dikirim, ternyata uang tak sampai ke tangan Elang. "Alasannya mau mengambil uang di ATM, tapi ternyata dia kabur. Jujur, saya merasa kaget dan terpukul waktu itu," kenangnya.

Gara-gara peristiwa itu, Andi dan Eko hampir bangkrut. Kata Andi, nilai transaksi penjualan ayam pertama mencapai Rp 27 juta. Ayam yang ada di kandang tinggal beberapa ribu ekor. Lantaran sudah kehabisan modal, ayam-ayam tersebut mati. "Tiap hari saya dapat kabar dari Elang bahwa ayam mati. Sampai akhirnya tinggal beberapa ratus dan saya putuskan untuk mengolahnya jadi makanan seperti abon dan daging untuk dijual," tandasnya.


Berputar haluan

Peristiwa pahit itu menjadi pelajaran berharga bagi Andi. Meski demikian, ia tak pernah sekalipun berpikir untuk berhenti jadi pengusaha. Andi justru makin getol menggunakan jaringannya untuk memulai bisnis baru. "Kemenangan utama saya, bisa bangkit dari kegagalan. Orang lain mungkin berpikir untuk berhenti saat menemui rintangan, tapi karena saya sangat bersemangat, saya tak pernah berpikir untuk mundur," tegas dia.

Andi yang saat itu sudah mengenal jaringan pedagang dan pemasok ayam akhirnya memutuskan menjadi distributor ayam broiler. Ia lantas membuka titik distribusi yang diberi nama Saung Ayam, dan berlokasi di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Dengan merogoh modal Rp 150 juta, sebagian hasil pinjaman, Andi menyewa ruko tiga lantai di Kebayoran Lama. Dia merenovasi ruko tersebut untuk tempat penjualan ayam, membeli mesin pemotong ayam, dan mempekerjakan dua orang karyawan. Memasuki tahun 2012, Andi sudah siap merintis kembali usahanya.

Ia bekerjasama dengan pemasok asal Bogor yang bersedia memasok ayam broiler. Ketika memulai bisnis ini pun Andi kembali menemukan hambatan. Pasokan 600 ekor ayam pertamanya baru terjual selama tiga hari. "Saya rugi saat itu, sementara modal saya sudah sangat tipis, bahkan bisa dibilang tak ada," katanya.

Akan tetapi, Andi tak patah arang. Ia gencar memasarkan ayam broiler pada para pedagang di Pasar Kebayoran Lama. Ia mengaku sempat kesulitan karena latar belakangnya dari Sulawesi, sementara ia menghadapi pedagang yang mayoritas orang Jawa. Perlahan, Andi belajar bahasa Jawa untuk mempermudah komunikasi dengan para pedagang.

Awalnya Andi hanya menjual ayam broiler pada pedagang ayam di Jakarta. Dalam sehari, ia bisa menjual 600 ekor–900 ekor ayam senilai Rp 10 juta hingga Rp 14 juta. Setelah stabil, omzetnya terus berkembang. Kini, Andi menjual lebih 1.200 ekor ayam per hari. "Omzet saya sekarang Rp 600 juta per bulan," ujar dia.    


Jurus ampuh untuk bersaing

Menjadi pengusaha ketika masih berstatus sebagai mahasiswa, memaksa Andi Ricki Rosali mengesampingkan kuliah. Selama setahun, dia pun harus meninggalkan kuliahnya karena harus fokus berdagang ayam.

Namun, pengorbanan itu terbayar ketika melihat usahanya yang sudah stabil saat ini. "Agustus 2014 ini, saya akan wisuda," kata Andi.

Tapi, bukan berarti Andi puas dengan keberhasilan ini. Dia punya beberapa rencana pengembangan Saung Ayam. Salah satunya, memiliki ruko sendiri agar distribusi bisa lebih lancar. Tahun ini juga Andi akan membeli ruko di Kebayoran Lama.

Selanjutnya, pada tahun-tahun mendatang, ia akan berekspansi dengan membuka titik distribusi lain di kawasan Jabodetabek, untuk mewujudkan mimpinya menjadi distributor ayam broiler terbesar. "Jadi kalau orang sedang mencari ayam segar, mereka langsung ingat pada Saung Ayam," kata dia.


Tak takut bersaing

Menjalani usaha distribusi ayam broiler selama dua tahun, Andi makin tertantang karena persaingan yang cukup ketat. Dia pun menampung sejumlah pedagang ayam di rukonya, sebagai jurus ampuh untuk menarik pelanggan tetap yang pasti membeli ayam broilernya.

Strategi lain ialah memberikan cashback. Jumlahnya tidak terlalu besar, hanya sekitar Rp 10.000–Rp 60.000 tiap pembelian ayam broiler. Andi bilang, pedagang menyukai potongan harga ini sehingga terus membeli ayam broiler dari dia.  

Selain menjual ayam broiler pada pedagang ayam, Andi mulai memasok ayam untuk usaha kuliner. Salah satunya, dia menyuplai ayam segar untuk gerai jaringan waralaba Ayam Bakar Mas Mono serta beberapa katering di Jakarta.

Berkat kerja kerasnya, Andi terpilih sebagai juara II untuk kategori Industri dan Jasa di sektor Regional, ajang Wirausaha Muda Mandiri, tahun lalu.                    

Comments