Rahasia Mengubah Mental 'Si Miskin' Menjadi 'Si Kaya'

Menurut psikolog dan dosen Roslina Verauli (Vera), saat ini banyak orang yang belajar cara mengatur keuangannya guna mencapai status "kaya". Namun, bukan berarti orang yang belajar cara cerdas atur anggaran akan mampu mengaplikasikannya dengan baik. Kegagalan terkait keuangan akan terus terjadi bila akar permasalahannya tidak diselidiki. Bagi sebagian orang, ada hal psikologis yang harus dibenahi untuk mencapai status "kaya", hal yang tak tampak dan tersembunyi itu disebut Vera sebagai "black box".

"Pengetahuan mengatur anggaran secara cerdas itu disebut smart money management. Pengetahuan itu perlu, namun ada hal lain yang harus dimengerti. Sebenarnya, pengelolaan keuangan melibatkan pengaturan yang prosesnya bersifat sangat pribadi dan terjadi terus menerus. Sayangnya, masalah keuangan yang sebetulnya menyentuh sisi psikologis individu justru jarang terungkap, bahkan terabaikan untuk dibahas," kata Vera dalam peluncuran bukunya, Discovering Your Black Box, Menuju Kaya dengan Pendekatan Psikologi, Jakarta, Rabu (24/9).

Menurut Vera, memahami profil pribadi merupakan aspek penting dalam pengelolaan keuangan pribadi. Kepribadian tidak terbentuk begitu saja, karena ada proses perjalanan seseorang yang berbeda satu dengan yang lain. "Black box adalah semacam kotak hitam di pesawat, analogi tentang catatan peristiwa yang disimpan di alam bawah sadar seseorang. Kotak itu menyimpan alasan-alasan seseorang melakukan sesuatu. Hal ini yang penting dimengerti dan dicari tahu tipenya untuk bisa membentuk jalan menuju Mental Kaya," jelasnya.

Dengan menemukan, memahami black box masing-masing orang, kata Vera, maka akan memudahkan memahami asal Si Mental Miskin yang menghalangi perjalanan menuju "Mental Kaya". Namun, dalam bukunya, ada pemahaman antara arti "miskin" dan "kaya" yang diajukan Vera. Miskin yang ia maksud adalah orang yang selalu mengejar hedonistik dan materialistis, serta terjebak dalam pengejaran sia-sia demi uang agar bisa "tampil".

Sementara untuk kaya yang ia maksud berbeda dengan hedonistis yang berkelimpahan. Justru orang yang merasa cukup dan berani hidup dalam kesederhanaan, serta cerdas dalam mengelola uang untuk memutar uangnya untuk diinvestasikan, juga berorientasi kepada orang lain. Perspektif orang bermental kaya di pandangan Vera bukan orang yang bermental mencari kekayaan uang saja.

"Ada beberapa ciri Si Mental Miskin, yakni punya sikap tidak dewasa tentang uang, penggunaan topeng pencitraan ala plastik, bergaya mewah sebagai kompensasi inferioritas, berbelanja dengan frekuensi segera atau impulsif, serta sering melakukan terapi ritel alias belanja untuk usir stres," kata ibu dari dua anak ini.

Si Mental Miskin, dalam definisi Vera adalah orang yang suka bersenang-senang, mudah terpantik sisi gengsi, dan butuh dipuaskan oleh sesuatu yang bersifat prestise. Tipe ini pun selalu merasa kurang, karena selalu merasa butuh uang yang lebih besar untuk dibelanjakan.

Mental Miskin itu mendorong keinginan hedonistik materialistik, dan selalu ingin memenuhi sesuatu padahal kapasitasnya tidak cukup serta harus mengeluarkan effort yang lebih. Lebih lagi, tipe Mental Miskin juga biasanya justru kikir. Mental Miskin, imbuh Vera, terbentuk dalam perjalanan hidup seseorang, dari dinamika kehidupan dan sebagainya. Contoh, orang yang penanganan finansialnya belum dewasa. Misal, saat kecil dulu, ketika sedih ia selalu diberi uang jajan oleh orangtuanya. Dari sana, pemahaman orang itu adalah, uang adalah untuk jajan supaya kembali bahagia. Ini akan terbentuk hingga dewasa. Ia akan menggunakan uang untuk senang-senang saja, atau menjadi self indulgence.

Sementara, Si Mental Kaya, menurut pengajar di Universitas Tarumanegara ini, adalah orang-orang yang mampu hidup dalam kesederhanaan, dan tidak selalu berorientasi diri sendiri. "Secara fisik, kebanyakan orang Mental Kaya cirinya adalah tampil dengan sederhana, penampilannya tidak menceritakan kepemilikannya yang relatif banyak serta mengagumkan," imbuh dia.

Biasanya, kecemasan manusiawi (sandang, pangan, papan) pada orang yang memiliki Mental Kaya sudah terpenuhi dan tak perlu dipenuhi lagi. "Selain itu, ia juga menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, memiliki pengaruh besar terhadap orang lain dalam arti positif, tidak memikirkan pendapat orang lain, serta mampu menyetel pengeluarannya sesuai kebutuhan," ungkap Vira.

Ketika sudah ditemui hal-hal yang mendorong seseorang berperilaku terkait keuangannya di dalam black box, maka akan  lebih mudah diretas untuk membentuk pemikiran yang lebih tepat agar ia bisa mencapai kekayaan yang dimaksud Vera tadi. Orang dengan Mental Kaya mampu membedakan kebutuhan dan keinginan saat membelanjakan uangnya, lebih lagi, ia bijak dalam menggunakan uangnya, yang biasanya akan selalu diinvestasikan.

"Contoh saja Bill Gates yang adalah salah satu orang dengan kekayaan terbesar di dunia. Ia tidak hidup berlebihan. Ia justru tampil sederhana, dan ia adalah filantropis besar. Pikirannya diorientasikan kepada orang lain," kata Vera.

Dalam menghadapi ciri Mental Miskin, Vera menyarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog agar bisa diketahui faktor-faktor dalam "black box" yang membuatnya sulit menjadi orang dengan Mental Kaya. Namun, ia juga sudah menuliskan langkah-langkah mengenali serta cara meretas masalah-masalah tersebut dalam buku terbarunya. Menurut Vera, karena godaan marketing atau dunia materialistik cukup gencar, disarankan untuk mengelilingi diri dengan orang-orang yang memiliki pemikiran serupa, terutama dengan orang yang juga sudah membaca bukunya serta berpandangan sama untuk membentuk Mental Kaya. (beritasatu/bn)

Comments