Menengok produksi tempe di Tangerang (1)

 

Menengok produksi tempe di Tangerang (1)

Sebagai makanan khas asli Indonesia, tempe banyak diproduksi di berbagai tempat di nusantara. Di sekitar Kali Sipon Tangerang, Banten, ada sebuah sentra produksi tempe. Di sentra ini ada sekitar 40 perajin tempe. Dalam sehari, seorang perajin bisa memproduksi 15 kg-20 kg tempe dengan omzet jutaan rupiah.

Tempe merupakan makanan khas Indonesia. Kudapan yang terbuat dari kedelai ini banyak diolah jadi berbagai menu makanan. Dari camilan, lauk pauk, hingga bahan campuran menu sayur.

Wajar, jika tempe banyak diproduksi di berbagai daerah Indonesia. Salah satunya di sekitar Kali Sipon, Kelurahan Poris Tangerang, Banten. Di sana ada sebuah sentra industri rumahan kerajinan tempe. Di sentra ini, ada sekitar 40 perajin yang memproduksi tempe di rumahnya masing-masing yang berada di gang sempit.

Tempe hasil produk perajin di sentra Kali Sipon dipasok ke sejumlah pasar tradisional di wilayah Tangerang dan dan sekitarnya. Antara lain, Pasar induk, Pasar Anyar dan Pasar Sangiang Tangerang.

Dalam sehari, masing- masing perajin di sentra Kali Sipon bisa memasok tempe hingga puluhan kilo gram (kg). Tempe itu dibawa oleh para pedagang pasar dengan menggunakan keranjang di sepeda motornya.

Salah satu perajin tempe di sentra Kali Sipon adalah Andi. Ia mengaku sudah menjalani bisnis pembuatan tempe sejak 10 tahun lalu. Menurut Andi, pangsa pasar tempe di Tangerang dan sekitarnya cukup bagus.

Karena itu, ia tidak berniat merelokasi usahanya ke daerah lainnya. "Setiap hari, tempe produksi saya habis terjual untuk memasok para pedagang pasar tradisional dan warung nasi di sekitar Tangerang," kata Andi.

Andi mengatakan, setiap hari, ia membuat tempe sebanyak 15 kg. Ia membanderol tempe produksinya Rp 9.000-Rp 10.000 per kg. Dus, omzet penjualan tempe yang bisa diraup Andi sekitar Rp 150.000 per hari atau sekitar Rp 4,5 juta per bulan.

Perajin tempe lainnya di sentra Kali Sipon adalah Sunan. Ia mengaku belajar memproduksi tempe dari para tetangganya yang telah lebih dulu menekuni bisnis ini di Kali Sipon. Melihat potensi bisnisnya besar, Sunan pun tergiur terjun mengikuti jejak para tetangganya memproduksi tempe.

Sunan bilang, lebih dari sepuluh tahun yang lalu sudah banyak perajin tempe di Kali Sipon. Para perajin memilih menekuni bisnis tempe lantaran tempat tinggalnya tak jauh dari kali.

Dengan begitu, limbah bekas air pencucian kedelai yang telah menimbulkan bau tak sedap, bisa langsung dibuang ke kali Sipon. Sehingga, limbahnya tidak mencemari lingkungan permukiman warga sekitar.

Saat ini, Sunan mengaku bisa memproduksi tempe hingga 20 kg per hari. Dari kapasitas produksi sebanyak itu, sekitar 15 kg dipasok Sunan ke para pedagang pasar tradisional dan sisanya dijual di sekitar rumahnya dalam bentuk gorengan.

Dari penjualan sebanyak itu, Sunan mengklaim bisa meraup omzet hingga Rp 250.000 per hari. Jadi, dalam sebulan, Sunan bisa mengantongi omzet sekitar Rp 7,5 juta. "Untuk menyiasati pemasukan omzet, saya berjualan tempe mentah di pasar pada pagi hari, lalu siangnya berjualan gorengan tempe," kata Sunan.       n

(Bersambung)

Editor: Tri Adi.


Sumber: View article...

Comments