Mengintip peluang dari balik tenda bintang lima

 

Mengintip peluang dari balik tenda bintang lima

Liburan sudah menjadi kebutuhan sebagian masyarakat kota. Ya, sejenak meluangkan waktu keluar dari kesibukan atau rutinitas sehari-hari bisa menghilangkan kejenuhan. Tubuh dan pikiran pun diharapkan menjadi bugar dan jernih kembali.

Salah satu bentuk liburan adalah mendekatkan diri pada alam. Bukan menjadi tren, kedekatan dengan alam ini bahkan menjadi kebutuhan bagi sebagian orang. "Ada mereka yang punya jadwal rutin kembali untuk berwisata alam," ujar Marcellinus Ferry, pengelola Legok Kondang Lodge, sebuah kawasan kemping di Ciwidey, Jawa Barat.

Berkemah menjadi aktivitas yang diminati oleh masyarakat kota beberapa tahun terakhir. Tapi, jangan bayangkan, kemah yang penuh dengan kerepotan. Sebagai tanggapan adanya perkembangan pasar, pengelola area kemah juga menyediakan glamorous camping (glamping) atau berkemah yang mewah. Alhasil, peserta pun bisa menikmati alam tanpa repot menyiapkan tetek-bengek berkemah.

Besarnya potensi bisnis glamping ini ditandai dengan pasar yang makin meluas. Isep Kurnia, pengelola Tana Kita Camp, menuturkan, jika dulu peminat kemah berasal dari korporasi yang ingin outbond, kini banyak pula keluarga yang mengisi liburan dengan berkemah. Selain itu, "Sekolah-sekolah juga menyelenggarakan kegiatan kegiatan berkemah bagi anak didiknya," jelas Isep yang mengawali bisnis glamping sejak tahun 2000 di Sukabumi, Jawa Barat.

Tak jauh berbeda, Yogi Gandaprawira, Direktur Operasional The Carpenter, pun mengungkapkan pendapat senada. Dia yang mulai menggarap bisnis glamping tiga tahun silam di Gunung Pancar, Bogor, melihat kebutuhan masyarakat yang ingin mendekatkan diri dengan alam makin tinggi. "Setiap weekend, area kami selalu full. Bahkan, pemesanan harus dilakukan 1 bulan–2 bulan sebelumnya," kata Yogi.

Berbeda dengan kemah biasa, glamping lebih mengutamakan kenyamanan dengan menyediakan kasur busa dan perlengkapan lainnya di setiap tenda. "Fasilitasnya hampir mirip hotel berbintang," kata Marcell. Termasuk, toilet dengan standar kebersihan yang tinggi.

Selain itu, mereka menyiapkan beragam makanan bagi pengunjung. Maklum, dalam kegiatan berkemah, banyak orang mengalami kesulitan dalam menyiapkan masakan bagi pesertanya.

Selain menyediakan fasilitas untuk menginap, pemilik area kemah mewah ini juga menyiapkan sederet acara untuk para pengunjungnya, mulai dari api unggun, permainan, trekking, dan kegiatan-kegiatan petualangan alam.

Tak heran, banyak area berkemah ini berdekatan atau menjadi satu dengan lokasi wisata alam. Tengok saja, Legok Kondang Lodge yang lokasinya berdekatan dengan Kawah Putih. Sementara, Ciwidey sendiri memang dikenal sebagai kawasan wisata di Bandung Selatan.

Ada sekitar 20 tenda yang berdiri di Legok Kondang yang bisa menampung 110 orang. Ada lima jenis tenda yang dibangun semipermanen. Harga yang ditawarkan mulai Rp 1,05 juta hingga Rp 2,3 juta per tenda. Daya tampung tiap tenda mulai 4 orang hingga 6 orang. "Kami juga menyuguhkan pemandangan sunrise, perbukitan dan hutan pinus," kata Marcell. Selain jenis tenda, harga juga ditentukan dari pemandangan alamnya.

Jika peserta datang dalam jumlah besar, Marcell juga menyiapkan lokasi untuk tenda dome. Setiap malam, dia akan menyiapkan api unggun untuk menghangatkan suasana. Karena lokasi jauh dari perumahan penduduk, Legok Kondang juga menyediakan angkutan untuk antar-jemput.

Suasana yang menyatu dengan alam juga nilai jual Tana Kita Camp yang terletak di kaki Gunung Gede Pangrango. "Ada beberapa spot lokasi dengan suasana dan karakter yang berbeda-beda, yakni lembah, punggung gunung, sungai, dan hutan pinus," terang Isep.

Berbeda dengan Legok Kondang, tenda di Tana Kita dibangun dengan sistem bongkar pasang di masing-masing spot. Untuk glamping ini mereka menyiapkan 100 tenda.

Isep bilang, dalam seminggu ada sekitar 100 pengunjung datang ke Tana Kita yang mempunyai lahan hingga 8 hektare (ha) ini. "Selain weekend, kini tamu juga datang pada hari-hari biasa," ujar dia.

Dengan membayar mulai dari Rp 550.000 per orang, pengunjung akan mendapatkan tiga kali makan, kopi dan snack, trekking ke danau dan air terjun, serta flyng fox. Di luar itu, mereka juga menyiapkan program petualangan lain dengan biaya Rp 750.000-Rp 1,5 juta per orang. Di bisnis ini, Tana Kita bisa mengantongi omzet hingga Rp 250 juta per bulan.

Tak berbeda jauh, The Carpenter, pengelola Gunung Pancar Glamping juga menyiapkan tenda-tenda yang bisa dibongkar pasang. Dengan lokasi kawasan wisata Gunung Pancar seluas 437 ha, pengunjung boleh memilih sendiri spot menarik sebagai tempat berdirinya tenda.

Ada empat tenda yang disediakan dengan total daya tampung 20 orang. Namun, jika pengunjung datang dengan rombongan, Yogi akan mendirikan tenda dome berukuran besar. Biaya glamping per orang di kawasan ini mulai Rp 330.000 (tanpa makan) dan Rp 385.000 (dengan makan). Untuk grup biayanya Rp 290.000 per orang.

Hutan pinus, trekking di Gunung Pancar serta pemandian air panas menjadi daya tarik peserta glamping di kawasan ini. Saban bulan, omzet yang terkumpul berkisar Rp 20 juta-Rp 25 juta.

Meski pemain baru mulai bermunculan, ketiga pelaku usaha glamping ini kompak bersuara, prospek usaha ini masih sangat bagus. "Kebutuhan warga kota akan wisata outdoor tinggi, karena orangtua ingin mengenalkan anak-anak pada alam," cetus Yogi. Selain itu, margin dari usaha ini glamping lumayan tebal, mulai 30%-50%.  


Modal fleksibel
Apakah Anda tertarik terjun ke bisnis ini? Selain potensi masih besar, usaha ini bisa dimulai dengan modal berapa pun, tergantung kapasitas yang ingin Anda sediakan.

Anda juga tidak harus memiliki sendiri lahan untuk area perkemahan, meski beberapa pemain pada akhirnya memutuskan untuk membeli lahan sendiri.

Tiga tahun silam, Yogi memulai glamping di Gunung Pancar dengan modal Rp 150 juta. Modal itu, dia pakai untuk membeli tenda dan peralatan untuk berkemah. Untuk lokasi, sejauh ini, dia masih bekerjasama dengan pengelola kawasan wisata Gunung Pancar.

Saat mengawali usahanya, Isep pun menempuh cara demikian. Dia bilang, pemain baru bisa merintis usahanya dengan menyewa bumi perkemahan. "Kalau dekat dengan taman nasional, bisa mulai dari situ, tenda pun bisa disewa, tinggal menyiapkan program kegiatan," jelas Isep. Isep sendiri mengawali usaha ini dengan modal Rp 500 juta, di luar lahan.

Tapi, sebaiknya, Anda memiliki tenda sendiri. Sebab, bentuk tenda ini juga menjadi daya tarik konsumen. "Tenda diusahakan berbeda dengan tenda lainnya supaya ada nilai jual sendiri," kata Yogi. Karena harganya mahal, tenda ini juga menjadi salah satu perlengkapan yang cukup menguras modal.

Yogi merancang dan membuat sendiri tenda-tendanya. Dia memilih bahan sarnafill untuk tendanya. Bahan itu masih diimpor. Saat itu, biaya pembuatan satu tenda bongkar pasang berkisar Rp 10 juta per unit.

Begitu pula Marcell yang juga merancang sendiri tenda-tendanya di Legok Kondang. Karena bersifat semipermanen, Marcell menggunakan bahan membran sebagai penutup. Sementara, untuk bagian dalam (inner), dia menggunakan kain corduraoy yang bisa memberi kehangatan. Marcell bilang, biaya pembuatan tenda bisa mencapai Rp 40 juta.

Selain tenda, Anda juga harus menyiapkan perlengkapan di dalamnya, seperti kasur busa atau springbed, bantal, selimut serta perlengkapan makan.

Pemilihan lokasi juga ikut berperan untuk menentukan keberhasilan bisnis ini. Potensi alam memang menjadi perhatian utama, tapi jangan lupakan pula sistem keselamatan. Sebaiknya, Anda berkonsultasi dengan ahli geologi atau pengelola taman nasional untuk menghindari daerah-daerah yang rawan, meski memiliki view yang bagus.

Jika lahan masih menyewa, Anda juga harus memperhatikan kebersihan toilet. Ini sangat penting karena pengunjung akan sangat memperhatikan hal tersebut. Bahkan, Marcell mengklaim, toiletnya setara dengan toilet hotel berbintang. Di lokasi yang berhawa dingin, air panas juga menjadi kebutuhan pengunjung.

Anda juga harus memperhatikan ketersediaan listrik di lokasi. Meski sebagian pengunjung ingin menjauhkan diri dari hiruk-pikuk kota, ada kalanya mereka tak ingin ketinggalan informasi. Apalagi, dengan makin banyaknya pengunjung keluarga, yang biasanya membawa anak-anak. Sebaiknya Anda juga menyediakan televisi di masing-masing tenda.

Makanan juga menjadi salah satu perhatian pengelola glamping. Layaknya hotel, makanan yang disajikan juga harus memikat lidah tamu yang datang. Tak heran, untuk ini, Legok Kondang juga memiliki chef untuk menjamu tamunya. Selain menyiapkan sarapan pagi, mereka menjual masakan di kafetaria. Pastikan, dalam glamping, tamu mendapat banyak kemudahan. Dengan keramahtamahan, Anda pun juga harus sigap membantu mereka. "Tamu yang puas, pasti akan kembali lagi," kata Marcell.

Yuk, mari ber-glamping!    

Editor: Tri Adi.


Sumber: View article...

Comments