Tak ada persaingan bisnis di kampung lontong

 

Tak ada persaingan bisnis di kampung lontong (3)

Sejak Pemerintah Kota Surabaya menggalakkan semangat wirausaha kepada masyarakat setempat, kini banyak berdiri kampung-kampung di kota ini yang jadi kawasan sentra usaha.

Misalnya, ada kampung yang dikenal dengan sebutan nama usahanya lantaran mayoritas warganya berjualan produk serupa. Antara lain, kampung olahan ikan, kampung dinamo, kampung sepatu, dan yang cukup kesohor kampung lontong.

Selain membantu ekonomian warga, kampung-kampung tersebut jadi objek wisata bagi pelancong yang ingin belanja oleh-oleh khas kota buaya. Contohnya kampung lontong yang meliputi tiga kelurahan di Kecamatan Sawahan, Surabaya.

Bukan hanya para pelancong, sejak populer sebagai sentra pembuatan lontong, kelurahan Petemon, Banyuurip, dan Kupang Krajan jadi bidikan banyak perusahaan yang ingin menyalurkan program corporate social responsibility (CSR).

Dalam program CSR itu, biasanya warga mendapatkan bantuan perlengkapan produksi seperti tabung gas, beras, hingga peralatan kecil lainnya semisal keranjang. Layaknya sebuah sentra usaha, kampung ini memiliki paguyuban yang menaungi para produsen lontong. Dus, persaingan bisnis di sentra ini nyaris tidak ada. Bahkan, dengan adanya paguyuban, para produsen makin mudah memasarkan produknya.

Yuli Risa, salah satu produsen lontong di sentra ini bilang, ia sudah menjadi anggota Paguyuban Pedagang Lontong Mandiri dalam dua tahun terakhir. Menurut Yuli, keberadaan paguyuban membuat pemasaran lontong hingga penyaluran program CSR di sentra ini lebih terorganisir dengan baik.

Itu sebabnya, Yuli tidak khawatir lontong produksinya tidak laku terjual. Justru sebaliknya. Ia yang awalnya hanya berjualan di Pasar Asem, kini jaringan pemasarannya telah meluas hingga ke Pasar Kembang, Pasar Manyar, dan Pasar Waru.

Bahkan, banyak pengepul lontong yang membeli langsung ke rumahnya. Para pengepul itu menjual lagi lontong produksi Yuli ke berbagai daerah di sekitar Jawa Timur, seperti Malang dan Pasuruan.

Reni Novita, produsen lainnya di sentra ini menambahkan, kendati warga di kampungnya memiliki profesi serupa, persaingan bisnis berjalan dengan sehat.

Hanya, ia mengakui, usaha pembuatan lontong tak lepas dari kendala. Salah satunya adalah pasokan bahan baku beras yang kerap dipermainkan oleh para tengkulak.

Reni bilang, pada musim tertentu, harga beras melonjak tinggi mengikuti besarnya permintaan pembuatan lontong. Untuk mengantisipasinya, Reni terpaksa mengurangi sedikit takaran beras untuk pembuatan lontong.

Kalau harga beras sudah kembali normal, Reni juga menormalkan lagi takaran berasnya. "Kalau sudah ada permainan tengkulak beras, kita tak bisa apa-apa. Ya kami harus ikut permainan mereka karena butuh berasnya," kata dia. (Selesai)

Editor: Dikky Setiawan.


Sumber: View article...

Comments